KUPANG, BERANDAWARGA.COM— Sebanyak 172 unit hunian rumah bagi warga korban badai siklon tropis seroja di Kota Kupang pada awal April 2021 mulai dibangun di Naituta, Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak.
Dimulainya pembangunan hunian tetap ini ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore, Senin (5/7/2021).
Program kegiatan pembangunan relokasi permukiman ini merupakan bantuan pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Program ini juga merupakan jawaban atas surat Wali Kota Kupang. Dari usulan yang disampaikan, disetujui sejumlah 172 unit yang akan dibangun sesuai lahan yang tersedia dan disiapkan Pemerintah Kota Kupang.
Peletakan batu pertama ini merupakan komitmen bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk bersama- sama melaksanakan pembangunan hunian tetap sebagai salah satu bentuk penanganan pasca bencana siklon tropis seroja yang terjadi pada awal April 2021 lalu.
Wali Kota Kupang dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Menteri PUPR beserta jajarannya atas responnya sehingga pembangunan hunian tetap dapat terealisasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Jajaran Balai PPW dan P2P yang telah membantu memperjuangkan usulan Pemerintah Kota Kupang ke pemerintah pusat bagi penanggulangan korban seroja.
“Pemerintah Kota Kupang terus berusaha bersama pemerintah pusat untuk membantu saudara-saudara kita yang terdampak badai siklon seroja dan pembangunan rumah layak huni kali ini akan diberikan kepada 172 penerima dengan estimasi pembangunan selama lima bulan. Saya berharap agar para penerima untuk bersabar dan marilah kita doakan agar pembangunan berjalan lancar serta dapat rampung sesuai jadwal,” kata Jefri.
Pada kesempatan tersebut ia menjelaskan, untuk dampak bencana alam badai seroja terbagi dalam tiga jenis kerusakan yaitu ringan, sedang dan berat. Untuk penanganan kategori rusak berat sebagian direlokasi karena tempat tinggal korban sudah tidak bisa dihuni sehingga digantikan dengan hunian tetap yang mulai dikerjakan saat ini.
Sedangkan yang sebagian lagi serta untuk kategori rusak sedang dan ringan akan diproses penggantiannya oleh pemerintah pusat yang hingga saat ini belum terealisasi karena masih dalam proses dan tahapan evaluasi.
“Saya sudah ingatkan kepada para lurah dan camat agar memastikan lokasi tempat tinggal warga yang sudah tidak bisa dihuni lagi dipastikan tidak ada yang menempati lagi karena lokasinya rawan bencana dan warganya telah direlokasi ke tempat yang baru. Namun lokasi tersebut akan ditata agar hijau kembali,” ungkap Jefri.
Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (Balai PPW) Provinsi NTT, Herman Tobo mengatakan, pembangunan pembangunan rumah hunian tetap ini dikerjakan dengan prinsip ‘build back better’ menggunakan teknologi Rumah Instan Sehat Sederhana (Risha) yang memiliki keunggulan tahan gempa, dibangun lebih cepat dan bisa dikembangkan.
“Rumahnya tipe 36 dengan luas tanah 108 meter persegi (9×12) dan dilengkapi prasarana dasar permukiman antara lain jaringan air bersih, jalan lingkungan dan fasilitas umum lainnya dan diharapkan pembangunan rumah dan prasarana pendukungnya ini dapat diselesaikan dalam lima bulan ke depan,” papar Herman.
Ia berharap kepada pemerintah daerah dan masyarakat agar kawasan permukiman lama dijaga untuk tidak dihuni lagi dan apabila dimanfaatkan dapat difungsikan tapi tidak boleh untuk pemukiman.
Hal ini guna menghindari potensi bencana serta disiapkan pengelolaan paska selesainya pembangunan hunian tetap nanti seperti pengelolaan sampah, pemeliharaan fasilitas pendukungnya, dan penghijauan lingkungan. (berandawarga.com//**/jel)