29.000 Peserta JKN Manggarai Timur Tidak Aktif

oleh -14 views
oleh
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng membawakan materi pada kegiatan sosialisasi bersama BPJS Kesehatan Manggarai Timur bertempat di Kantor Camat Borong, Selasa (16/7/2024)

BORONG, BERANDA-WARGA.COM— Sebanyak 29.000 peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur terkategori tidak aktif, padahal Universal Health Coverage (UHC) yang mencakup proteksi pembiayaan kesehatan, layanan kesehatan dan cakupan populasi sudah mencapai 100 persen.

Hal ini mengemuka dalam kegiatan sosialisasi bersama BPJS Kesehatan Manggarai Timur bertempat di Kantor Camat Borong dengan tema ‘Reaktivasi dan optimalisasi kepesertaan JKN serta monitoring kesiapan implementasi KRIS yang dihadiri juga tim Ombudsman RI Perwakilan NTT, Selasa (16/7/2024).

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menjelaskan, hak atas pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia. Kewajiban negara untuk memberikan jaminan sosial dan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat berjalan sesuai dengan perintah UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU 17/2023 tentang Kesehatan.

Dalam kerangka global, kapasitas Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage) menerjemahkan pemenuhan hak masyarakat atas kesehatan harus tercakup dalam tiga dimensi, yakni dimensi cakupan populasi/kepesertaan, pelayanan kesehatan inklusif dan proteksi pembiayaan kesehatan. Kerangka ini juga diratifikasi oleh Indonesia dan diterjemahkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Optimalisasi kepesertaan BPJS Kesehatan meningkat cukup signifikan sejak program JKN dijalankan. Per Januari 2024 persentase UHC nasional sudah mencapai 95,09 persen. Namun, di sisi lain kepesertaan BPJS Kesehatan non-aktif menjadi masalah kompleks yang tidak dapat diabaikan.

Data menunjukkan per Februari 2024, jumlah peserta non-aktif se-Indonesia mencapai 54,7 juta peserta JKN. Artinya 54,7 juta masyarakat Indonesia yang sedang dalam kondisi yang tidak terlindungi hak kesehatannya.

“Meskipun cakupan kepesertaan/populasi BPJS Kesehatan sudah cukup siginifikan, namun akselerasi dimensi layanan kesehatan untuk peserta BPJS Kesehatan masih mengalami maladministrasi,” kata Robert.

Ia menyebutkan, pada tahun 2023, Ombudsman RI menerima 216 laporan substansi kesehatan, yang diantaranya laporan diskriminasi layanan kesehatan terhadap peserta JKN. Maladministrasi pelayanan kesehatan terhadap peserta JKN tentu saja pada ujungnya menggerus kepercayaan masyarakat terhadap program JKN.

Persoalan ini dapat berdampak secara makro yakni terhambatnya tujuan Indonesia untuk mencapai target UHC 98 persen pada tahun 2025. Maka, untuk mencapai UHC secara komprehensif, diperlukan langkah strategis untuk mengakselerasi dimensi-dimensi UHC secara bersamaan tanpa meninggalkan satu pun.

Di sisi lain, kebijakan Perpres 59/2024 tentang Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) tentunya mendorong transformasi layanan kesehatan di rumah sakit. Namun dalam implementasinya pemenuhan sarana/prasarana rumah sakit menjadi hal mendasar untuk suksesi KRIS.

Survei Kemenkes di tahun 2023 menunjukkan dari 3.122 rumah sakit di Indonesia, hanya 306 rumah sakit yang sudah memenuhi standar untuk implementasi KRIS. Kondisi ini tentunya membutuhkan koordinasi dan dukungan pemerintah daerah. Dengan harapan pemerintah daerah juga mendorong kesiapan rumah sakit memenuhi fasilitas dasar agar siap memenuhi standar layanan sesuai Perpres 59/2024.

Kondisi geografis menjadi tantangan tersendiri dalam optimalisasi kepesertaan JKN di kabupaten/kota Provinsi NTT. Kabupaten Ngada merupakan kabupaten yang belum mencapai UHC di Provinsi NTT dengan cakupan kepesertaan 86,14 persen. Sekitar 38.000 masyarakat Kabupaten Ngada yang kepesertaan BPJS Kesehatannya tidak aktif.

“Dari dimensi layanan kesehatan, Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada memiliki potensi yang cukup dengan infrastruktur berupa rumah sakit dan puskesmas yang menjadi potensi layanan kesehatan untuk dioptimalkan. Terlebih rumah sakit di daerah tersebut yang perlu untuk diatensi dalam transisi menuju implementasi KRIS,” kata Robert.

Mengalir dari gambaran masalah tersebut, Ombudsman RI yang memiliki kewenangan untuk mengawasi pelayanan publik terdorong untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, BPJS Kesehatan, penyedia layanan kesehatan di Kabupaten Mangarai Timur dan Kabupaten Ngada.

Koordinasi yang dimaksud dilaksanakan dalam kegiatan dialog dengan pemerintah daerah dan sosialisasi kepada masyarakat untuk optimalisasi kepesertaan JKN dan supervisi layanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesesehatn.

“Perlu revitalisasi kepesertaan JKN yang non-aktif serta optimalisasi perlindungan pembiayaan kesehatan pada masyarakat yang belum tercakup kepesertaan JKN,” pinta Robert.

Turut hadir pada kegiatan ini, Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton,  Kepala Dinas Kesehatan Manggarai Timur, Surip Tintin, Kepala  BPJS Kesehatan Cabang Manggarai Timur, Eka Suryaningrum,  petugas kesehatan puskesmas dan warga Kabupaten Manggarai Timur. (BW//***)