KUPANG, BERANDA-WARGA.COM— Sebanyak tujuh dari 10 rumah sakit di Nusa Tenggara Timur dinyatakan tidak memenuhi standar sesuai klasifikasi BPJS Kesehatan.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton menjelaskan, Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota telah melakukan review kelas terhadap 545 rumah sakit yang tidak sesuai klasifikasi sebagaimana surat Direktur Utama BPJS Kesehatan Nomor: 4615/III/2025 tanggal 14 Maret 2025 tentang review kesesuaian rumah sakit hasil kredensialing tahun 2024. Hasil review tersebut menunjukan terdapat 371 rumah sakit yang sesuai standar dan sebanyak 174 rumah sakit yang tidak sesuai standar.
Dari jumlah ini terdapat 10 rumah sakit di NTT yang ikut direview dengan hasil sebanyak tiga rumah sakit dinyatakan sesuai standar yaitu RS St Antonius Jopu di Ende tipe D, RSUD Sabu Raijua tipe D dan RS St Damian Lewoleba tipe D.
Sedangkan tujuh rumah sakit lain dinyatakan tidak sesuai atau turun kelas yaitu RSK Lende Moripa Kabupaten Sumba Barat tipe D, RS Jiwa Naimata tipe C, RSUD TC Hillers tipe C, RS St Elisabeth Lela tipe D, RS St Gabriel Kewapante tipe D, RS Bukit Lewoleba tipe D dan RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka tipe C.
“Kami menyambut baik review kelas rumah sakit sebagaimana yang disampaikan kementrian kesehatan karena review tersebut tentu dalam rangka peningkatan pelayanan rumah sakit kepada pasien,” kata Darius, Rabu, 9 Juli 2025.
Istrumen Monitoring
Darius menyebutkan, intrumen yang dimonitor di rumah sakit meliputi sumber daya manusia (SDM), kelengkapan sarana dan prasarana (pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kelaikan bangunan, ruangan pendukung, peralatan praktik, serta perlengkapan administrasi dan umum), sistem informasi dan komunikasi (Penilaian terhadap sistem pengelolaan informasi dan komunikasi yang digunakan di rumah sakit, termasuk keterhubungan dengan sistem BPJS Kesehatan), peralatan medis dan obat-obatan (verifikasi ketersediaan, kalibrasi dan pemeliharaan peralatan medis, serta ketersediaan obat-obatan sesuai standar).
Selain itu, lingkup pelayanan (evaluasi terhadap layanan yang diberikan meliputi rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, pemeriksaan penunjang (laboratorium dan radiologi), serta pelayanan persalinan). Komitmen mutu (penilaian terhadap komitmen rumah sakit dalam menjaga standar kualitas pelayanan, termasuk kepatuhan terhadap prosedur dan regulasi BPJS Kesehatan).
Semua proses ini bertujuan untuk memastikan kelayakan rumah sakit dalam bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan memberikan pelayanan yang berkualitas bagi peserta JKN-KIS. Selain positif dalam rangka perbaikan layanan kepada masyarakat, hasil review juga mendorong pemda selaku pemilik RSUD untuk terus memenuhi seluruh standar yang diminta.
“Sebab selama ini mungkin saja masih banyak RSUD kita yang belum memenuhi standar layanan sesuai kelas rumash sakit. Hal ini juga berdampak pada pembayaran klaim BPJS karena kelas rumah sakit mempengaruhi besaran klaim,” ungkap Darius.
Setiap tahun, BPJS kesehatan melakukan apa yang namanya rekredensialing untuk melihat kepatuhan memenuhi standar rumah sakit yang akan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Apa yang terjadi saat ini adalah review dari kementerian kesehatan dengan melihat juga laporan rekrensialing dari BPJS kesehatan tahun 2024.
Penurunan kelas rumah sakit ini terjadi karena beberapa instrumen standar sumah sakit sesuai kelas masing- masing yang belum dipenuhi rumah sakit. Utamanya terkait bad intensif care di mana harus 10 persen dari total bad rumah sakit, terdiri dari 6 persen ICU,RICU,ICCU dan empat persen PICU,NICU. Dari uraian itu sebanyak enam persen harus memiliki ventilator 70 persen. Sementara harga ventilator tergolong mahal berkisar Rp500 juta- Rp1 miliar hingga membutuhkan perencanaan keuangan rumah sakit.
“Terhadap persoalan ini, kami juga telah berkoordinasi ke BPJS Kesehatan dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) NTT guna mendiskusikan intrumen review yang belum sesuai standar agar dilengkapi guna peningkatan kualitas layanan kepada pasien dan tidak mengurangi pendapatan rumah sakit,” ujar Darius.
Opsi Persi NTT
Persi NTT menyampaikan beberapa opsi melakukan reasessment bersama antara rumah sakit, BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota untuk mengetahui apakah rumah sakit telah memenuhi standar atau belum. Jadi tidak langsung diturunkan kelasnya tanpa memberi kesempatan rumah sakit memperbaiki layanan.
Bagi yang belum memenuhi agar dibuat surat peryataan untuk dipenuhi dalam kurun waktu yang ditentukan. Jika tetap tidak memenuhi standar maka kelas rumah sakit akan diturunkan. Sambil menunggu proses administrasi kesesuaian kelas bagi rumah sakit yang belum memenuhi syarat, rumah sakit tetap dapat melayani sesuai kelas awal atau kelas semula.
Opsi ini rencananya akan disampaikan ke gubernur NTT jika berkesempatan audiensi untuk menyampaikan persoalan ini agar tidak merugikan pasien dan juga tidak menurunkan pendapatan rumah sakit. (bw//***)
Tujuh Rumah Sakit di NTT Tidak Penuhi Standar
