Ombudsman NTT dan Syahbandar Urai Layanan KSOP Kupang

oleh -78 views
oleh
Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton menerima kunjungan Kepala Syahbandar Kelas III Kupang membahas layanan KSOP di ruang kerjanya, Senin (20/3/2023)

KUPANG, BERANDAWARGA.COM— Ombudsman Perwakilan NTT bersama Syahbandar berdiskusi untuk mengurai layanan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kupang.

Diskusi ini berlangsung di Kantor Ombudsman Perwakilan NTT di Kupang, Senin (20/3/2023). Diskusi ini dilaksanakan untuk kedua kalinya setelah sebelumnya pada rabu, 22 Februari 2023.

“Pertemuan kali ini kami kembali membicarakan terkait pelayanan pengurusan surat ukur kapal terutama kapal- kapal nelayan dan pelayanan publik lain yang diselenggarakan KSOP Kupang,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton.

KSOP adalah lembaga pemerintah di pelabuhan yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan, serta pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial.

Kepada Kepala KSOP, Darius menyampaikan substansi keluhan layanan KSOP dan Unit Penyelenggara Pelabuhan di berbagai daerah yang pernah disampaikan kepada Ombudsman. Keluhan itu berkaitan dengan adanya keharusan pengurusan surat- surat kapal baik kapal nelayan hingga kapal niaga melalui agen.

Warga mengeluh tidak bisa mengurus sendiri surat-surat kapal dan selalu diminta menggunakan agen atau pihak ketiga dengan tarif yang melampaui tarif resmi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2016 tentang tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan KSOP.

“Keluhan seperti ini muncul sejak tahun 2017. Saya selalu menegaskan bahwa pelabuhan adalah pintu masuk ekonomi perdagangan suatu daerah,” tandas Darius.

Ia menyatakan, semua pengguna jasa pelabuhan harus merasa nyaman dan aman selama berada di area pelabuhan. Pelabuhan jangan menjadi tempat yang menyeramkan dan menimbulkan rasa takut serta menjadi sarang ‘preman’.

Sebab jika itu terjadi, tentu saja akan menghambat distribusi logistik ke suatu daerah atau menimbulkan distribusi logistik berbiaya tinggi.

Pada akhirnya beban biaya tinggi tersebut ditimpahkan kepada pengguna barang atau pelanggan di suatu daerah.(BW//**/tan)