Kemenparekraf Siap Beri Pendampingan Kampung Adat Bena

oleh -15 views
oleh
Direktur Tata Kelola Destinasi pada Kemenparekraf RI, Florida Pardosi mengunjungi Kampung Adat Bena di Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada, Rabu (14/8/2024)

BAJAWA, BERANDA-WARGA.COM— Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI siap memberi pendampingan dan dukungan sarana prasarana untuk pengembangan wisata Kampung Adat Bena, Desa Tiworiwu di Kecamatan Jerebu’u, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT sehingga bisa naik kelas.

Direktur Tata Kelola Destinasi pada Kemenparekraf RI, Florida Pardosi mengatakan, dirinya bersama dewan juri, Joko Winarno dan Medaline Shopie Atik Wulandari telah mengunjungi Kampung Adat Bena di Desa Tiworiwu, Rabu (14/8/2024).

Menurutnya, Kampung Adat Bena mengangkat nama NTT di kancah nasional. Desa ini sukses masuk dalam 50 besar nominasi Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) tahun 2024 dan saat ini memasuki tahap penilaian akhir.

Florida mengatakan kehadirannya bersama dewan juri karena dari 16.016 desa wisata seluruh Indonesia tahun 2024, Desa Tiworiwu masuk 50 desa terbaik dan berhak menerima Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024.

Penghargaan yang tinggi diberikan kepada masyarakat Desa Tiworiwu serta komponen masyarakat adatnya, juga para pendukung serta stakeholder terkait yang tetap menjaga keaslian Kampung Adat Bena.

“Penghargaan yang diberikan menjadi motivasi untuk keberlanjutan desa wisata tersebut sehingga bisa naik kelas. Ke depan perlu mencari mitra strategis yang dapat berkolaborasi untuk pengembangan desa wisata dimaksud,” kata Florida.

Ia mengungkapkan, apa yang ditampilkan Desa Tiworiwu menjadi bagian dari penyelenggaraan wisata yang ada di desa, sehingga apa yang dinikmati dapat pula dinikmati seluruh wisatawan yang datang ke Desa Tiworiwu. Sehingga setelah ditetapkan menjadi 50 desa wisata terbaik,  pendampingan merupakan hal utama seperti sumber daya manusia serta dukungan sarana dan prasarana.

Pada kesempatan itu, salah satu dewan juri, Joko Winarno menjelaskan, dari 16.016 desa yang dinilai, telah dilakukan verifikasi secara eviden terhadap dokumen. Dengan adanya visitasi dan penjurian tersebut, pihaknya mengecek secara langsung dokumen dan legalitas seperti apa yang dikirim melalui jaringan Desa Wisata.

Joko menyebut, ada lima kategori yang dinilai, yakni daya tarik wisata, amenitas seperti sarana pendukung, digitalisasi, lembaga dan sumber daya manusia serta yang terakhir adalah residence, yakni pengelolaan sampah dan mitigasi risiko bencana.

Plt. Asisten II Setda Kabupaten Ngada, Methodius Reo Maghi mengatakan, Pemkab Ngada menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Pemerintah Pusat melalui Kemenparekraf yang memilih Desa Tiwuriwu masuk 50 besar ADWI 2024.

“Perlu diberi apresiasi kepada pemerintah kecamatan, pemerintah desa dan pengelola serta masyarakat Kampung Adat Bena yang tetap melestarikan keaslian Kampung Adat Bena,” ujar Methodius.

Desa Wisata Menuju Pariwisata Hijau Berkelas Dunia

Untuk diketahui, ADWI telah dilaksanakan selama tiga tahun. Pada tahun 2021 diikuti 1.831 desa wisata, meningkat menjadi 3.419 desa wisata pada tahun 2022. Peningkatan kembali terjadi pada tahun 2023 yaitu 4.573 desa wisata.

Hingga saat ini sudah ada 175 desa wisata terbaik yang telah mendapatkan penghargaan. Tahun 2024 ini, ADWI kembali diselenggarakan dengan mengangkat tema “Desa Wisata Menuju Pariwisata Hijau Berkelas Dunia”. Ini bukan hanya sebuah tema, tetapi sebuah visi untuk masa depan pariwisata di Indonesia.

Sasaran dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk terkumpulnya hasil penilaian dari lima kategori penilaian dan tersusunnya profiling 50 Desa Wisata Terbaik ADWI 2024 dari proses visitasi dan penilaian yang dikunjungi  Dewan Juri dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Keistimewaan Kampung Adat Bena

Tiworiwu adalah nama Desa Wisata di Kabupaten Ngada, NTT. Di Desa ini terdapat salah satu potensi wisata yang unik yaitu Kampung Adat Bena. Bena adalah sebuah kampung adat di Ngada, Flores, NTT yang masih menjaga tradisi leluhur dan keunikan rumah adatnya yang masih asli serta terdapat batu megalitik yang dijadikan sebagai tempat dilaksanakannya ritual.

Jika dilihat dari udara, kampung ini berbentuk seperti patahan perahu yang memanjang dari utara ke selatan. Kampung ini semacam gerbang lokomotif waktu yang membawa siapapun mundur menuju kehidupan ribuan tahun silam.

Terdapat banyak simbol adat, megalit (dolmen, menhir dan punden berundak), banyak kerajinan tangan yang dikerjakan masyarakat secara tradisional misalnya kain tradisional dari pewarna alam dan souvenir bambu.

Keramahtamahan masyarakat adatnya menjadi faktor utama dalam usaha wisata. Sampai saat ini, masyarakat masih melestarikan kampung adat ini. Kampung ini persis terletak di bawah kaki Gunung Inerie. Inerie diyakini sebagai ibu yang mampu melindungi. Dengan corak menyerupai segitiga utuh, Gunung Inerie menambah keindahan dari Kampung Bena itu sendiri.

Adapun obyek wisata lain pendukung kegiatan wisata budaya di Kampung Bena, antara lain air hangat Wae Wewu, Air Terjun Roba Kuda, Manulalu panorama, Air Panas Keli.

Matrilineal menjadi sistem kekerabatan orang Bena yang keturunannya mengikuti garis keturunan perempuan. Akibat pandemi, sangat membawa dampak bagi masyarakat adat Bena, terutama tingkat pendapatan yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena kurangnya atau bahkan tidak ada wisatawan yang berkunjung ke Kampung Adat Bena.

Dampak positif dengan adanya pariwisata sangat membawa nilai plus untuk masyarakat Bena sendiri terutama dalam hal melestarikan warisan leluhur, memberdayakan kehidupan masyarakat adat dan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat Bena itu sendiri. (BW//***)