Gayung Bersambut, BMPS NTT ‘Menotasi’, Paul Liyanto Janji ‘Berdendang’ di DPD RI

oleh -105 views
oleh

KUPANG, BERANDAWARGA.COM— Bak gayung bersambut dimana ketika Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Nusa Tenggara Timur (NTT) menotasi poin-poin kunci permasalahan yang diderita sekolah-sekolah swasta di bumi Flobamora ini, anggota DPD RI, Abraham Paul Liyanto berjanji siap ‘berdendang’ di rapat paripurna.

Gayung bersambut ini mengemuka dalam pertemuan yang digelar di Kantor DPD NTT di Jalan Polisi Militer Kupang, Senin (10/10/2022). Rapat ini sebagai bagian penyerapan aspirasi Paul Liyanto selama masa reses.

Ketua Umum BMPS NTT, Winston Neil Rondo menyebutkan empat poin kunci permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah swasta di NTT beserta rekomendasi sebagai solusi.

Pertama, permasalahan terkait pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2022. Dinas pendidikan menggelar PPDB 2022 dengan sistem online tetapi kemudian sekolah-sekolah negeri membuka pendaftaran secara offline. Dampaknya, penumpukan peserta didik di sekolah negeri tidak berbanding lurus dengan ketersediaan ruangan kelas. Proses belajar mengajar pun digelar pagi serta siang/sore hari.

Contoh kasus di SMAK Sint Carolus Penfui- Kupang. Sekolah ini sudah menerima pendaftaran 110 siswa baru tahun 2022. Ketika sekolah negeri membuka pendaftaran offline, 40 siswa diam-diam lari ke sekolah negeri. Di tahun yang sama, SMAK Ki Hajar Dewantara Kupang hanya memiliki tujuh siswa baru.

“Situasi yang sama dialami banyak sekolah swasta lainnnya,” kata Winston.

Desak Evaluasi Pelaksanaan PPDB

Terkait permasalahan ini, BMPS NTT mendesak Komisi V DPRD NTT dan Dinas Pendidikan NTT mengevaluasi secara serius pelaksanaan PPDB 2022 dan mengawal juknis PPDB serta tidak membuka ruang kepada sekolah negeri melakukan penyimpangan.

“Kami minta agar pelaksanaan PPDB 2023 melibatkan BMPS NTT sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,” pinta Winston.

Kedua, program P3K merugikan sekolah swasta. Rata-rata sekolah swasta kehilangan 3-10 orang guru terbaiknya karena lulus P3K. Namun hingga saat ini tak ada jaminan regulasi atau kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk melindungi sekolah swasta dengan menempatkan kembali guru P3K yang lulus ke pos sekolah asal mereka.

BMPS NTT meminta keadilan, komitmen serta dukungan Gubernur NTT, Ketua DPRD NTT serta Dinas Pendidikan untuk membuat kebijakan yang tujuannya melindungi sekolah swasta di NTT.

“Kami juga mendorong kebijakan yang lebih luas pada aras nasional untuk merekrut khusus guru P3K agar ditempatkan di sekolah swasta. Pasalnya, NTT merupakan daerah 3T yang mana peran sekolah swasta sangat strategis dan penting. Bahkan 40 persen anak NTT bersekolah di sekolah swasta/yayasan,” tandas Winston.

Ketiga, permasalahan perpindahan guru PNS/ASN dari sekolah swasta sangat tinggi karena alasan kecukupan jam mengajar/sertifikasi maupun yang terutama alasan kebijakan UU ASN.

Tidak semua sekolah swasta sanggup membiayai gurunya sendiri dan amat sangat terbantu dengan dukungan/kebijakan pemerintah dalam penempatan guru ASN/PNS sebelumnya.

“Kami mendorong agar Gubernur NTT tetap mempertahankan keberadaan guru PNS/ASN di sekolah swasta, termasuk pergantian guru PNS yang sudah pensiun agar sekolah swasta tidak sekarat,” tutur Winston.

Keempat, kesejahteraan/gaji guru di sekola swasta sangat rendah. Masih cukup banyak guru di sekolah swasta yang bekerja di atas lima tahun menerima honor atau gaji di bawah Rp500.000/bulan, itupun dicicil.  

“Sudah kecil, dicicil lagi. Kita patut sedih,” keluh Winston.

Banyak Guru Belum Nikmati Insentif Pemda NTT

BMPS juga menilai insentif transportasi Pemda NTT sebesar Rp400.000/bulan untuk guru sekolah swasta sangat dirasakan membantu, namun apesnya masih banyak guru yang tidak menikmatinya. Juga masih sedikit guru sekolah swasta di Kota Kupang yang tidak mendapatkan insentif sebesar Rp500.000/bulan dari Pemkot Kupang.

“Kebijakan insentif transporasi ini harus ditingkatkan jumlahnya oleh pemprov agar bisa menjangkau lebih banyak guru sekolah swasta di NTT,” tandas Winston.

Ketua Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Kupang (KAK), Romo Kornelis Usboko menambahkan,  jumlah rombongan belajar yang sangat banyak atau sistem sekolah pagi dan siang/sore sangat tidak efektif untuk pendalaman pendidikan karakter.

Anggota DPD RI asal NTT, Paul Liyanto  menyambut gembira pertemuan dengan BMPS dan menyebutnya sebagai jalan Tuhan untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi mengatasi permasalahan yang dialami sekolah swasta di NTT.

Sesuai pengamatannya, para praktisi langsung (pendidikan) kurang menyuarakan permasalahan sekolah swasta di NTT, terutama di tingkat nasional, agar menjadi perhatian komponen-komponen terkait.

“Ini soal strategi. Harus bersatu.  Sangat bagus BMPS sudah siapkan data-data, tinggal lobi ke instansi terkait mencari solusi,” kata Paul.

Mengantongi data-data permasalahan yang diderita sekolah swasta di NTT, ia berjanji siap ‘berdendang’ secara resmi di forum paripurna DPD dengan memberi fokus pada masalah- masalah regulasi.

“Kita harus bermain cantik dengan data-data karena ini juga tercatat sebagai masalah nasional. Dengan data- data yang ada, BMPS juga melaporkan secara tertulis kepada pihak-pihak terkait, baik di level regional maupun nasional,” saran Paul. (berandawarga.com//**/tan)