Site icon Beranda Warga

Kewenangan Pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi Sebagai Kecelakaan Pendidikan

Anggota DPRD NTT, Vinsensius Pata

KUPANG, BERANDAWARGA.COM— Kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi yang mulai diberlakukan sejak tahun 2017 dinilai sebagai sebuah kecelakaan di bidang pendidikan.

Anggota DPRD NTT dari Fraksi PDI Perjuangan, Pata Vinsensius di Kupang, Minggu (26/9/2021) menilai, pemerintah provinsi belum menyiapkan seluruh risiko yang timbul akibat pengalihan kewenangan jenjang pendidikan menengah atas dimaksud.

Kalaupun memang pengalihan itu sebagai sebuah keharusan karena amanat regulasi, tapi harus diikuti sejumlah langkah untuk menjalankan amanat dimaksud.

Apalagi, lanjutnya, UPT yang telah dibentuk sebelumnya, telah dinonaktifkan yang mengakibatkan rentang kendali antara provinsi dalam hal ini Dinas Pendidikan dengan sekolah- sekolah menjadi renggang.

Hal ini mengingat banyak sekolah juga letaknya jauh di daerah pelosok dengan mengalami sejumlah persoalan seperti aspek kelembagaan, gedung, dan sumber daya manusia (SDM).

“Pemerintah provinsi harus mempertimbangkan kembali untuk dibentuk kembali UPT atau sebuah lembaga perwakilan untuk memperpendek koordinasi antara sekolah- sekolah dengan Dinas Pendidikan provinsi,” kata Vinsen.

Menurutnya, jika pengelolaan jenjang pendidikan menengah seperti sekarang dimana kepala sekolah juga bertindak sebagai pejabat struktural, akan memunculkan persoalan di lapangan.

Karena dengan kewenangan yang dimiliki, kepala sekolah mengangkat dan memberhentikan guru honorer sesuai kehendaknya, serta mengabaikan cikal bakal berdirinya sebuah lembaga pendidikan.

Vinsen mencontohkan, SMA Negeri 2 Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat. Sebelum sekolah tersebut berubah statusnya dari swasta ke negeri, sekolah dimaksud dibangun oleh warga setempat.

Tujuannya untuk menekan angka putus sekolah dan pernikahan dini. Masyarakat dan pihak sekolah melalui komite mengelola sekolah itu secara profesional tanpa ada gesekan diantara mereka.

Namun setelah dialihkan statusnya menjadi negeri, kepala sekolah mengambilalih semua kewenangan dan mengabaikan masyarakat.

Ditambah lagi sekolah juga mendapat dana alokasi khusus (DAK), kepala sekolah semakin mengabaikan awal pembentukan sekolah.

“Ironisnya lagi, kepala sekolah yang tinggal di Kota Labuan Bajo seakan menutup diri terhadap persoalan yang terjadi di sekolah, termasuk pengangkatan dan pemberhentian guru honorer,” ungkap Vinsen.

Menyikapi persoalan dimaksud, Vinsen meminta Komisi V DPRD NTT yang juga membidangi pendidikan untuk melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sekolah- sekolah.

Karena bisa saja persoalan yang ada di SMA Negeri 2 Macang Pacar, terjadi juga dengan SMA/SMK lainnya di NTT.

“Dinas Pendidikan NTT juga diminta untuk tak boleh hanya mendengar laporan tapi harus turun ke sekolah- sekolah untuk mendapatkan data sesuai fakta lapangan,” tandas Vinsen.(berandawarga.com/tan)

Exit mobile version