KUPANG, BERANDAWARGA.COM— Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ‘melitani’ permasalahan sekolah swasta di bumi Flobamora saat berdialog dengan Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, Anita Jacoba Gah, di Kupang, Sabtu (15/10/2022).
Menanggapi litani yang pelik itu, Anita berjanji siap ‘berhadap- hadapan’ dan siap adu nyali di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk memperjuangan nasib sekolah-sekolah swasta di NTT.
Dialog diawali pemaparan aneka masalah yang mendera sekolah-sekolah swasta di NTT hasil kajian BMPS NTT. Pemaparan disampaikan salah satu Ketua BMPS NTT yang juga Ketua Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Kupang (KAK), Romo Kornelis Usboko.
Romo Kornelis menyebut empat masalah serius yang saat ini membelenggu sekolah-sekolah swasta di NTT kajian tahun 2022.
Pertama, penumpukan peserta didik yang membludak di sekolah negeri. Dampaknya, ada sekolah swasta gigit jari ketiadaan siswa baru. Misalnya, di SMAK Ki Hajar Dewantara Kupang hanya memiliki 7 siswa baru tahun ajaran 2022. Pemicunya, sekolah negeri melanggar juknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2022. Sekolah negeri hanya mau mengejar banyaknya dana BOS, mengabaikan pendidikan karakter.
Kedua, program P3K merugikan sekolah swasta. Sampai saat ini belum ada regulasi baik pusat maupun daerah untuk melindungi sekolah swasta dengan menempatkan kembali guru P3K yang lulus ke pos sekolah asal mereka.
Ketiga, perpindahan guru PNS/ASN dari sekolah swasta sangat tinggi dengan alasan kecukupan jam mengajar/sertifikasi, maupun yang terutama alasan kebijakan UU ASN.
Keempat, honor atau gaji guru sekolah swasta sangat rendah, di bawah Rp500.000/bulan. Apesnya, pembayarannya masih dicicil. Juga banyak guru sekolah swasta tidak mendapat insentif transportasi Pemda NTT sebesar Rp400.000/bulan.
Rekomendasi
Romo Kornelis juga menitipkan beberapa rekomendasi untuk diperjuangkan anggota DPR RI, Anita Gah di aras nasional.
Pertama, DPR RI ikut mengawal pelaksanaan PPDB setiap tahun ajaran agar tidak merugikan sekolah swasta. Meminta dukungan DPR RI agar mendorong adanya kebijakan lebih besar di tingkat kementerian untuk perlakuan yang adil dan setara terhadap sekolah swasta dan negeri baik dalam kebijakan sarana/prasarana sekolah, kesejahteraan guru, diklat guru dan PPDB.
Secara khusus dalam penerapan teknologi pendidikan dalam rangka MERDEKA BELAJAR di NTT ternyata masih sangat banyak sekolah dan yayasan swasta yang tidak punya sumber daya memadai untuk menerapkan teknologi pendidikan.
“Kami berharap dukungan DPR RI dan pemerintah pusat agar berkenan melakukan subsidi teknologi pendidikan,” tegas Romo Kornelis.
Romo Kornelis juga mendorong agar dalam RUU Sisdiknas dimasukkan secara spesifik kebijakan dan keberpihakan pemerintah untuk ikut serta melindungi dan memperkuat peran sekolah swasta di Indonesia. Termasuk perlu adanya direktorat khusus sekolah swasta di Kementerian Pendidikan sebagaimana yang pernah ada sebelumnya.
Kedua, meminta dukungan DPR RI untuk mendorong kebijakan tingkat nasional untuk merekrut khusus guru P3K untuk ditempatkan di pos sekolah swasta mengingat NTT adalah daerah 3T yang mana peran sekolah sangat strategis dan penting. Bahkan 40 persen anak NTT bersekolah di sekolah swasta.
Ketiga, mendorong perlunya revisi UU ASN yang menjadi faktor pembatas penyebab ditariknya guru ASN dari pos sekolah swasta yang sudah ada dan dilarangnya penempatan baru guru ASN ke sekolah-sekolah swasta.
“DPR RI perlu meneropong ke bawah agar pemerintah tidak semena-mena,” tandas Romo Kornelis.
Keempat, meminta dukungan DPR RI agar dirumuskan kebijakan pemerintah yang lebih adil dan berpihak untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer baik dari sekolah negeri maupun guru honorer yayasan di NTT yang masih sangat rendah dan memprihatinkan.
BMPS NTT mengusulkan kepada DPR RI dan pemerintah pusat agar mengangkat semua guru- honor (negeri dan swasta) yang telah mengabdi lebih dari lima tahun ke atas sebagai ASN tanpa harus mengikuti seleksi P3K. Jika dibutuhkan penilaian kompetensi dapat merujuk pada hasil evaluasi guru dari sekolah masing- masing.
Pengawas BMPS NTT, John Dekresano berharap anggota DPR RI mendengar rintihan dan tangisan sekolah-sekolah swasta.
Anggota BMPS NTT lainnya, Sam Litik meminta pemerintah ikut memanage sekolah swasta agar bermutu dan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik. Misalnya, perlunya sharing dana antara pemerintah dan yayasan swasta untuk menggelar diklat guru dan kegiatan lainnya.
“Sekolah kami juga terkena dampaknya. Dua guru harus pergi ikut tes P3K, tak ada penggantinya,” ujar Fredus Kolo, Kepala SMK Sint Carolus Kupang.
Ketua Umum BMPS NTT, Winston Rondo, menegaskan, untuk membesarkan sekolah swasta di NTT, pihaknya memakai semua lini, terutama penentu kebijakan. BMPS tidak cuma omong.
“SMA Kristen Kupang harus kehilangan delapan orang guru karena ikut P3K. Kita menanam orang lain yang panen,” ungkap Winston.
Bersuara Keras
Anggota Komisi X DPR RI, Anita Gah mengapresiasi BMPS NTT yang telah mengkaji permasalahan yang mendera sekolah- sekolah swasta, lengkap dengan data-data temuan.
“Ini yang saya butuhkan selama masa reses ini. Saya dari NTT, tentu mengakomodasi dan memperjuangkan masalah-masalah bidang pendidikan di NTT, terutama sekolah swasta. Perlu dukungan dari daerah. Saya akan bersuara keras di parlemen,” janji Anita.
Perihal akar permasalahan yang meliliti sekolah swasta, Anita memastikan karena belum direvisinya UU Sisdiknas. Ia meminta BMPS NTT agar bersamanya memperjuangkan tuntutan revisi UU Sisdiknas.
“Sekarang ini kita sedang serap aspirasi di lapangan untuk menyempurnakan UU Sisdiknas,” terang Anita.
BMPS NTT perlu melihat bagian-bagian mana dari UU itu yang perlu disempurnakan. Bab mana, pasal mana, harus dilihat semuanya. Bila sampai pada titik dan koma, harus jeli.
“Itu tugas BMPS NTT untuk membantu saya. Saya siap berjuangan di Komisi X dan adu nyali di Kementerian Pendidikan,” terang Anita.
Anita juga berjanji berjuang untuk mengembalikan guru P3K yang telah lulus ke sekolah asal sehingga tidak merugikan sekolah swasta.
Selama masa reses di NTT, Anita meminta BMPS NTT ikut mendampinginya bertemu para pemangku kepentingan seperti Gubernur NTT, wali kota dan para bupati untuk bersama-sama meretas permasalahan yang diderita sekolah swasta. (berandawarga.com//**/red)