KUPANG, BERANDA-WARGA.COM— Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur mengingatkan akan permasalahan klasik yang selalu saja terjadi dalam pelaksanaan sistem penerimaan siswa murid baru (SPMB).
Peringatan ini disampaikan Asisten Pencegahan Kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT Albert Roy Kota saat menghadiri undangan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi NTT dalam rangka penandatanganan Pakta Integritas Komitmen Bersama Pelaksanaan SPMB di NTT Tahun Ajaran 2025/2026 di Kupang, Kamis (15/5/2025).
Pelaksanaan SPMB TA 2025/2026 saat ini memasuki fase perencanaan dan persiapan regulasi.
Sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor: 3 Tahun 2025 tentang SPMB TA 2025/2026 pada setiap jenjang satuan pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK, pelaksanaan SPMB dilakukan dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota setempat dan dikawal BPMP provinsi berdasarkan prinsip objektif, transparan, dan akuntabel.
Objektif artinya proses dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Transparan artinya terbuka dan dapat diketahui oleh masyarakat termasuk orang tua siswa. Sedangkan akuntabel artinya proses yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Ombudsman RI Perwakilan NTT rutin melakukan kegiatan monitoring dan pemantauan pelaksanaan penerimaan murid baru khususnya di Kota Kupang dan beberapa sekolah sampel di kabupaten.
Permasalahan klasik yang kerap terjadi setiap tahun pada saat penerimaan murid baru, khusus di sekolah-sekolah negeri sebagai berikut;
Pertama, pelanggaran petunjuk tekhnis (Juknis) oleh sekolah meski juknis tersebut ditetapkan dengan peraturan gubernur.
Pelanggaran didominasi penambahan jumlah rombongan belajar (Rombel) melebihi ketentuan maksimal pada juknis yang menyebabkan pengalihfungsian beberapa ruangan aula dan laboratorium sebagai ruang kelas.
Kedua, penambahan rombongan belajar yang tidak seimbang dengan ketersediaan ruang kelas juga berimbas pada jumlah siswa dalam satu rombel yang seharusnya maksimal 36 siswa menjadi 40 – 42 siswa per rombel.
“Sekolah-sekolah tersebut tidak lagi mengindahkan standar jumlah rombel dan jumlah siswa per kelas sebagaimana digariskan badan Standar Nasional pendidikan (BSNP),” kata Albert.
Ketiga, adanya desakan pemangku kepentingan yang ditujukan ke para kepala sekolah atau panitia agar menerima calon siswa baru sebagaimana diminta tanpa mempertimbangkan persyaratan dan prosedur.
Keempat;, khusus aplikasi pendaftaran online, sistem pendaftaran tertutup hanya dalam waktu singkat.
Dalam waktu kurang dari 30 menit kuota pendaftaran untuk semua pilihan baik jalur zonasi, jalur berprestasi maupun perpindahan orang tua langsung penuh.
Para siswa dan orang tua mengeluh karena banyak siswa yang tinggal di area zonasi I atau terdekat dari sekolah tidak bisa lagi mendaftar.
Meskipun panitia beralasan karena pendaftaran dilakukan dalam waktu bersamaan, kenyataan menunjukan banyak siswa yang masuk sekolah di luar zonasi I dan II dan bukan dari jalur prestasi dan afirmasi. Artinya sistem itu mudah dijebol operator sekolah.
Pelaksana tugas Kepala BPMP NTT, Ifran Karim menegaskan, pentingnya komitmen bersama dalam menciptakan proses SPMB yang transparan dan akuntabel di NTT.
Ia berharap dengan adanya penandatanganan pakta integritas ini, semua pihak dapat bekerjasama untuk menciptakan proses SPMB yang lebih baik dan lebih adil bagi semua calon siswa.
“Transparansi dan akuntabilitas dalam proses SPMB sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan di NTT,” ungkap Ifran. (bw//***)