Ombudsman NTT Minta BPJS Pastikan RSUD Ende Patuhi PKS

oleh -32 views
oleh
Tim Ombudsman menyambangi BPJS Cabang Ende di Ende, Jumat (9/8/2024)

ENDE, BERANDA-WARGA.COM— Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur meminta BPJS Cabang Ende memastikan RSUD Ende mematuhi perjanjian kerja sama (PKS) dengan BPJS yang telah ditandatangani bersama.

Permintaan itu disampaikan saat tim Ombudsman NTT menyambangi Kantor BPJS Cabang Ende, Jumat (9/8/2024).

Untuk diketahui, BPJS Cabang Ende membawahi enam kabupaten di Pulau Flores, yakni Ende, Ngada, Nagekeo,  Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat.

Kedatangan tim Ombudsman itu diterima Kepala Bidang Penjaminan Manfaat dan Utilisasi, I Gede Rimajayadi.

Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton mengatakan, hasil kunjungan ke RSUD Ende pada awal Juli lalu diketahui bahwa RSUD Ende belum bekerjasama dengan apotek jejaring sehingga jika stok obat  JKN sedang kosong di apotek rumah sakit, pasien terpaksa membeli obat sendiri di apotek luar rumah sakit meski biaya pembelian obat akan diganti pihak rumah sakit.

Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi jika RSUD Ende telah bekerjasama dengan apotek jejaring untuk melayani pasien.

“Untuk persoalan ini telah tertuang dalam PKS antara BPJS Kesehatan dan RSUD. Karena itu kami minta BPJS memastikan agar RSUD Ende mematuhi PKS yang telah ditandatangani bersama,” kata Darius.

Ia menyampaikan, terkait permintaan dimaksud, BPJS Ende berjanji akan berkoordinasi dengan pihak RSUD Ende.

Sedangkan untuk obat kronis, lanjut Darius, pihak  RSUD telah bekerjasama dengan apotek Kimia Farma.

Darius mengungkapkan, pada kesempatan ini, didiskusikan banyak hal terkait  keterbatasan akses fasilitas kesehatan rumah sakit.

Sejumlah RSUD seperti RSUD Borong, Manggarai Timur dan RSUD Aeramo, Nagekeo masih belum lengkap dokter spesialis dasar dan penunjang sehingga pasien yang membutuhkan tindakan bedah  masih dirujuk ke RSUD lain.

Meskipun Universal Health Coverage  (UHC) Kabupaten Ende saat ini mencapai 100.97 persen, namun jika dihitung peserta yang non aktif baik peserta mandiri maupun peserta PBI APBN, jumlah warga yang tidak terjamin masih cukup tinggi.

“Untuk hal ini, sangat dibutuhkan update data warga tidak mampu di tingkat desa hingga terinput dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Dinas Sosial guna menyerap kuota PBI APBN,” ujar Darius. (BW//***)