KUPANG, BERANDA-WARGA.COM— Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur menyoroti genangan air di ruas jalan Bung Tomo, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.
Ironisnya, kondisi genangan air ini letaknya tidak jauh atau sekitar 100 meter dari rumah jabatan Wali Kota Kupang.
“Got di sepanjang jalan itu tersumbat sehingga air tidak mengalir dan merusak jalan serta trotoar. Genangan air di jalan ini jika sedang hujan bisa setinggi satu meter dan sangat membahayakan pengguna jalan terutama sepeda motor,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, Sabtu (1/3/2025).
Lebih lanjut ia menyampaikan, lubang- lubang di aspal tidak kelihatan pengguna jalan sehingga sepeda motor bisa terperosok dalam lubang. Semoga saja belum ada warga kota yang terluka atau meninggal di jalan rusak ini.
Untung juga masyarakat sekitar tidak menanam pohon pisang atau tanaman lain di jalan itu sebagai bentuk protes.
“Saya lalu memotret jalan rusak tersebut dan mengirim foto kepada Kepala Dinas PUPR Kota Kupang dengan pesan; jalan ini sangat membahayakan pengguna jalan dan berpotensi menimbulkan kecelakaan fatal. Berkenan jika ada anggaran pemeliharaan jalan agar diperbaiki,” ungkap Darius.
Ia menjelaskan, pesan dimaksud direspon Kepala Dinas PUPR dengan pesan balik bahwa jalan Bung Tomo telah direncanakan untuk membuat resapan di tahun ini.
“Saya lega dan mengucapkan terima kasih kepada pak kadis,” ujar Darius.
Terlepas dari jalan rusak di Jalan Bung Tomo, undang-undang negara telah mengatur bahwa jalan umum yang rusak adalah tanggung jawab penyelenggara jalan yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Penyelenggara jalan wajib memperbaiki jalan yang rusak untuk mencegah kecelakaan.
Penyelenggara jalan untuk jalan nasional adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Penyelenggara jalan untuk jalan provinsi adalah pemerintah provinsi dan penyelenggara jalan untuk jalan kabupaten/kota adalah pemerintah kabupaten/kota.
Penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak, terlebih jika kerusakannya berpotensi mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Memang perbaikan jalan tentu mempertimbangkan ketersediaan anggaran.
Pemerintah menentukan mana yang prioritas untuk diperbaiki dan mana yang masih bisa menunggu untuk diperbaiki.
Pasal 24 UU Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) menegaskan, jika belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak, sebagai bentuk tanggung jawab, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Hal ini sering luput dari perhatian penyelenggara jalan. Pasal 273 UU LLAJ menegaskan, bagi penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki jalan rusak dapat dikenakan hukuman pidana dengan ancaman penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000.
Jika jalan rusak tersebut tak kunjung diperbaiki hingga mengakibatkan luka berat pada pengguna jalan, penyelenggara jalan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.
Jika mengakibatkan orang lain meninggal dunia, penyelenggara dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp120 juta.
Jika penyelenggara jalan yang tak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp1,5 juta.
Jika pemerintah daerah tidak memperbaiki jalan yang rusak, hal ini dapat dilaporkan kepada Ombudsman atau menjadi dasar gugatan hukum. (bw//***)