KUPANG, BERANDAWARGA.COM— Pesta Raya Flobamoratas (PRS) yang akan diselenggarakan pada Sabtu dan Minggu, 19 dan 20 November 2022 di Waterpark Kupang sebagai ajang mengangkat kearifan lokal dari berbagai daerah di NTT, yaitu Flores, Sumba, Timor, Rote, Alor, Lembata, dan Sabu.
Cerita budaya NTT akan dikemas dalam bentuk pertunjukan musik, lagu, film, pameran kain tradisional, dan festival kuliner bertema “Sound of Earth”. Semuanya itu menyampaikan satu benang merah bahwa budaya NTT yang sangat kaya dan masih relevan hingga sekarang mengajarkan banyak hal positif yang mendukung perilaku menjaga lingkungan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Salahuddin Uno mendukung diselenggarakannya PRF 2022. Beliau juga menyampaikan selamat dan sukses atas terselenggaranya kegiatan PRF yang merupakan pesta budaya NTT yang mengangkat tema ‘Adil untuk Bumi, Adil untuk Semua’.
“Saya berharap kegiatan ini dapat memberikan pandangan luas dan perspektif baru akan perubahan dan solusi iklim lokal yang dikemas dengan cerita yang menarik, meliputi kebudayaan dan kearifan lokal, sehingga menjadi kekuatan bagi masyarakat Indonesia untuk menghadapi tantangan yang ada,” harap Sandiaga.
Ia kembali berharap, semoga rangkaian kegiatan ini berjalan lancar dan sukses sehingga dapat mendorong kebangkitan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja seluas- luasnya demi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Lebih lanjut Sandiaga mengajak semua komponen agar mendukung upaya masyarakat NTT untuk berinovasi dan beradaptasi untuk terus optimis dan maju serta dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi daerah- daerah lain untuk peduli pada isu perubahan iklim.”
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTT, Ondy C. Siagian menyampaikan, Pemerintah NTT telah memiliki target dan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Dalam kewenangan Dinas LHK, terdapat upaya peningkatan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan melakukan penguatan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta peningkatan kesejahteraan melalui Program Kampung Iklim (Proklim).
“Namun yang paling penting dari setiap program adaptasi dan mitigasi saat ini, yaitu membangun kepemimpinan di masyarakat dan anak muda yang punya kepedulian tinggi pada lingkungan dan memberikan kesempatan kepada mereka. Juga membangun kemitraan strategis seperti yang saat ini kita lakukan bersama Voice for Just Climate Action (VCA) di NTT,” ungkap Ondy.
Perempuan Berperan Siapkan Kebutuhan Hidup
Aktivis Perempuan dan Lingkungan NTT, Aleta Baun menjelaskan, alam memberi kehidupan di bidang pangan, sandang, dan papan. Di rumah dan di masyarakat pada umumnya, perempuan berperan dalam menyiapkan kebutuhan hidup. Kebiasaan perempuan NTT, ketika mau tebas pohon memohon maaf dan izin karena harus mengambil hidup pohon.
Pohon ada darah, ada daging, ada tulang, ada rambut. Maka ketika orang menebas, berarti hidup pohonnya akan habis. Ketika alam rusak, perempuan tidak akan tinggal diam karena perempuan yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Tidak bisa lagi menyediakan kebutuhan hidup.
“Jadi kita perlu lebih mencintai lingkungan, mengelola alam secara arif dan bijaksana, sekaligus mengingat sosok ibu dengan memastikan keterlibatan perempuan dalam setiap aksi dan program kita,” tandas Aleta.
Anak Muda Pelopor dan Penggerak
Sementara itu, Yurgen Nubatonis menyatakan, suara anak muda selalu menjadi titik tekan dalam setiap perubahan di tingkat global dan nasional. Dalam banyak momentum penting bangsa Indonesia, anak muda selalu ada sebagai pelopor dan penggerak. Transformasi Indonesia pada pembangunan berkelanjutan akan sangat bergantung pada anak muda.
“Sudah saatnya cerita dan inisiatif pergerakan anak muda di NTT untuk perubahan iklim dapat dikonsumsi oleh rekan- rekannya di regional lain, lewat kemasan yang menggugah emosi, seperti musik, lagu, film, pameran produk kreatif foto, tenun, dan kuliner. PRF memiliki semuanya. Kita undang semua orang NTT untuk berpesta,”papar Yurgen.
Menurutnya, acara ini dikemas secara kreatif dan inovatif supaya menarik anak muda. Kegiatan yang dilaksanakan dalam dua hari memang waktu yang singkat. Meski demikian, pihaknya ingin memulai langkah kecil untuk perubahan masif. PRF bertema Adil untuk Bumi. Seminimal mungkin tidak menghasilkan sampah. Desainnya sengaja dibuat bisa dipakai lagi dan lebih hemat listrik.
“Mari hadir besok dan lusa untuk karya kreatif anak muda NTT, termasuk untuk teman- teman difabel karena akan ada juru bahasa isyarat. Ini gratis, karena PRF juga adil untuk semua,” ajak Yurgen.
Simpasio Institute Larantuka, Flores Timur, Magdalena Oa Eda Tukan menjelaskan, krisis ekologi dan perubahan iklim adalah masalah bersama. Pihaknya punya cara ampuh untuk menyuarakan ini sesuai cara anak muda.
Tidak Berjalan Sendirian
Ia meyakini,walau dari Larantuka tapi tidak berjalan sendirian. Karena ada ratusan komunitas di NTT yang sudah melakukan aksi secara terus- menerus melalui sudut pandang budaya dan alam, seperti dari tutur cerita hidup bersama harmonis dengan alam atau dongeng. Ini yang perlu dijaga dan dilestarikan. Jangan sampai budaya nenek moyang berhenti.
“Ketika kita menyadari tidak sendirian, suara kita makin keras dan bisa didengar. PRF adalah kesempatan baik membuat suara anak muda NTT bisa diamplifikasi dan didengar, termasuk oleh anak- anak muda Indonesia di luar NTT, dalam berbagai bentuk produk kreatif,” imbuh Magdalena.
VCA Country Engagement Manager, Yayasan Humanis dan Inovasi (Hivos) Indonesia, Arti Indallah Tjakranegara menambahkan, ketika bicara tentang perubahan iklim, dirinya selalu ingat dengan kutipan : manusia, bukan hanya emisi karbon, seharusnya menjadi pusat dari aksi iklim.
Dan, solusi iklim berbasis lokal adalah ujung tombak penanganan krisis iklim karena sesuai dengan karakter daerah, menjawab kebutuhan masyarakat, dan mengurangi risiko upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang tidak tepat.
Partisipasi kita semua sebagai masyarakat sungguh berarti, khususnya dari mereka yang paling terkena dampak, seperti kelompok perempuan, anak muda, dan kelompok marjinal lainnya. PRF adalah sarana menyuarakan aksi dari kita, oleh kita, untuk kita, menjadi ruang belajar yang inspiratif, dan terinspirasi mereplikasi aksi tersebut,” tutup Arti Indallah .(berandawarga.com//**/tan)