KUPANG, BERANDA-WARGA.COM— PT Kristus Raja Maumere (Krisrama) melalui tim kuasa hukumnya telah melaporkan John Bala, Ignasius Nasi, Antonius Toni, dan Leonardus Leo ke Ditkrimum Polda NTT atas dugaan penganiayaan dan penyegelan gereja serta penyerobotan lahan HGU Nangahale, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka di Polda NTT.
Tim hukum PT Krisrama, Petrus Selestinus setelah membuat laporan polisi di Polda NTT, Jumat, 21 Maret 2025 petang kepada wartawan mengatakan, perjuangan John Bala dkk. atas nama PPMAN dalam membela mereka yang menamakan diri masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya (hak ulayat) atas lahan PT Krisrama telah dilakukan dengan cara tidak beradab. Mereka mengeksploitasi sekelompok orang sebagai kliennya dibungkus dengan sebutan suku lalu memasuki lahan PT Krisrama dan mendirikan gubuk liar di atas lahan HGU PT Krisrama, melakukan pengrusakan terhadap fasilitas PT Krisrama. Dengan demikian dipastikan advokasi yang dilakukan itu pada gilirannya akan menjerumuskan warga yang menamakan diri masyarakat adat yang saat ini masih melakukan aktivitas ilegal di atas tanah SHGU PT Krisrama menghadapi proses pidana.
“Ini jelas cara-cara anarkis yang tidak boleh ditolerir. Karena dipandang dari sudut moral dan hukum, cara ini bukan ciri perjuangan masyarakat adat Flores dalam mengklaim hak atas tanah, yang mengedepankan adab dalam setiap interaksi dengan pihak lain dan membawa permasalahannya diselesaikan secara berjenjang pada lembaga adat untuk diselesaikan dengan cara akomodatif atau ke peradilan negara (Pengadilan Negeri dan/atau PTUN),” kata Petrus kepada wartawan di Mapolda NTT setelah membuat laporan polisi, Jumat (21/3/2025)..
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini menegaskan, pola yang dikedepankan John Bala, dkk dalam membela kelompok yang menamakan diri Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut sama sekali tidak mencerminkan watak sebuah gerakan advokasi yang sesungguhnya. Ini jelas tidak profesional, karena menyuruh dan menggerakan orang melakukan tindakan yang anarkis bahkan bisa menjerumuskan klien yang dibelanya berada dalam proses pidana guna dimintai pertanggungjawaban pidana.
Pemutarbalikan Fakta
Tim kuasa hukum PT. KRISRAMA menyesalkan sikap John Bala dkk. yang tidak profesional, karena diduga telah menggerakan dan menyuruh sekelompok warga menduduki secara ilegal lahan PT Krisrama dan terus menerus memproduksi berita bohong yang menyesatkan, menyerang kehormatan pihak lain, dan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar individu atau kelompok masyarakat sehingga dikualifikasi sebagai tindak pidana. Terakhir pada 18 Maret 2025, terlapor John Bala dkk diduga menggerakan sekelompok warga (kliennya) datang ke lokasi saat PT Krisrama sedang memagar lahan miliknya. Datang sekelompok orang yang diduga digerakan John Bala dkk membawa, mengancam dan mengacungkan busur, anak panah, tombak dan parang ke arah orang-orang PT Krisrama agar menghentikan pemagaran.
“Karena itu pada 21 Maret 2025 tim kuasa hukum PT Krisrama melaporkan seluruh dugaan tindak pidana dimaksud kepada aparat penegak hukum Polda NTT. Laporan dimaksud bertujuan untuk dilakukan suatu penyelidikan guna memastikan peristiwa pidana apa yang telah terjadi, dan selanjutnya ditingkatkan ke penyidikan untuk memastikan siapa-siapa saja sebagai tersangka pelakunya,” papar Petrus.
Kuasa hukum PT Krisrama mengkonstatir bahwa di dalam peristiwa klaim dari mereka yang menamakan diri masyarakat adat Suku Soge Natar Mage dan Goban Runut, terdapat aktivitas ilegal di atas lahan SHGU PT Krisrama. Ada beberapa tindak pidana yang telah terjadi secara berlanjut, yaitu penyerobotan atau memasuki lahan milik PT Krisrama tanpa izin yang berhak, terjadi kejahatan penyebaran berita bohong, pencemaran nama baik melalui informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan pencemaran nama baik terhadap pimpinan umat/gereja yang berimplikasi pidana sehingga harus dimintai pertanggungjawaban secara pidana siapapun dia.
Lahan Tidak Pernah Kosong
Petrus menjelaskan, berdasarkan berita acara penyerahan aset dari Keuskupan Agung Ende ke Keuskupan Maumere pada 14 Desember 2005, terjadi penyerahan lahan HGU Nanghale/Patiahu seluas 845,5 Ha berikut segala pohon dan bangunan yang ada di atasnya kepada Keuskupan Maumere. Dengan demikian maka dipastikan penguasaan fisik atas lahan SHGU PT Krisrama tidak pernah terputus karena pohon kelapa yang ada di atasnya tetap produktif.
PT Krisrama adalah kelanjutan dari PT Perkebunan Kelapa DIAG, karena terjadi pemekaran wilayah Keuskupan Agung Ende dengan berdirinya Keuskupan Maumere tahun 2005. Maka demi hukum terjadi perubahan nama dari PT Perkebunan Kelapa DIAG menjadi PT Krisrama.
Selain itu, terjadi perubahan pada pemegang saham dan penambahan modal perseroan, sehingga meskipun SHGU di atas lahan Nagngahale/Patiahu atas nama PT Perkebunan Kelapa DIAG berakhir pada 31 Desember 2013, namun tidak sedetikpun lahan eks. HGU PT Perkebunan Kelapa DIAG dibiarkan kosong (tak bertuan). Karena PT Krisrama tetap mengelola dan merawat lahan HGU Nangahale/Patiahu hingga keluar SHGU Pembaruan tahun 2023.
“Negara telah mempertimbangkan seluruh aspek terkait pemberian SHGU sebagaimana tertera di dalam keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT Nomor : 1/HGU/BPN.53/VII/2023, tanggal 20 Juli 2023 yang hingga saat ini kebenaran atas fakta-fakta itu tak terbantahkan,” papar Petrus.
Selain itu, pemberian SHGU dari negara kepada PT Krisrama disertai dengan 20 point syarat utama dan 15 point sub syarat sebagaimana dimaksud persyaratan kedua yang harus dipenuhi PT Krisrama dengan segala konsekuensi, termasuk syarat keempat yaitu lewat pemidanaan dan pembongkaran bangunan liar.
Dalam konsiderans SK Pemberian SHGU diegaskan pula bahwa berdasarkan pemeriksaan Pantia B bahwa tanah yang dimohon adalah tanah negara yang dikuasai pemohon atau PT Krisrama semula PT Perkebunan Kelapa DIAG sejak tahun 1993 dan telah memenuhi persyaratan teknis, yuridis dan administratif.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka konstruksi hukum untuk memposisikan mereka yang menamakan diri masyarakat adat adalah penyerobot dan John Bala dkk adalah yang menyuruh melakukan penyerbotan. Selain itu, John Bala dkk menjadi pihak yang terus menerus memproduksi, mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen eleltronik. Isinya pemberitahuan bohong atau informasi yang menyesatkan dan/atau yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempemgaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap indulividu dan/atau kelompok maayarakat tertentu berdasarkan sara, melalui Informasi Elektronik dengan tujuan untuk terus menguasai lahan secara ilegal dan itu semua ada konsekuensi pidana berdasarkan pasal 45A yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana kelak.
Tim kuasa hukum PT Krisrama lainnya, Davianus Hartono Edy menambahkan, hingga saat ini, John Bala dkk tak mampu membuktikan HGU Nangahale adalah tanah terlantar dan tanah ulayat masyarakat adat. Penegasan ha katas kepemilihan tanah dimaksud terbukti dengan PT Krisrama membayar pajak dan mengantongi surat keputusan dari negara berupa SHGU. (bw//***)