KUPANG, BERANDAWARGA.COM—Perseroan Terbatas (PT) Sahabat Nusantara Teknologi Inovasi (PT SANTI) menggandeng peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menetapkan Kabupaten Lembata untuk dijadikan project riset budidayadan melakukan eksplorasi malapari dalam program Lembata Iconic for Malapari.
Lembata merupakan salah satu kabupaten di NTT yang terindikasi menjadi habitat tumbuhan Malapari (Pongamia Pinnata). Di sejumlah wilayah Lembata, jenis tumbuhan ini bisa dijumpai seperti Pantai SGB Bungsu, tak jauh dari Lewoleba, kota Kabupaten Lembata.
Para peneliti dibantu team dari Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) Lembata, saat ini sedang melakukan inventarisasi tegakan pohon yang tersebar di area pesisir Lembata.
“Kami telah mengirim surat kepada UPT KPH Lembata pada 5 Juli 2022 untuk melakukan riset tumbuhan Malapari. Riset pertama ini merupakan pilot project kami di NTT,” ujar Komisaris PT Santi, Bibin Busono dalam rilisnya yang diterima media ini, Jumat (19/8/2022).
Hasil riset Malapari di Lembata merupakan eksplorasi genetika untuk keperluan riset-riset selanjutnya guna mendapatkan bibit unggul. Salah satu alternatif mengembangkan energi baru terbarukan adalah dari bahan nabati. Malapari merupakan salah satu jenis tumbuhan pantai yang berpotensi sebagai alternatif sumber bioenergi dan berbagai manfaat lainnya.
Peneliti dari BRIN, Desmiwati menyampaikan, riset ini tidak hanya fokus pada aspek genetika, tetapi juga mencakup aspek sosial-budaya sebagai salah satu proses asesmen apabila nantinya akan dilakukan propagasi budidaya secara masal. Dalam riset sosial-budaya, salah satu acuan yang digunakan adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial (PS). Penanaman Malapari juga sebagai upaya melalukan reforestrasi, konservasi mangrove dan pemanfaatan lahan-lahan kritis agar bisa bermanfaat bagi perekonomian masyarakat, dan salah satu upaya dalam program global net zero emission.
Pengembangan energi baru terbarukan menjadi perhatian Indonesia yang merupakan bagian dari kelompok negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Kebutuhan energi Indonesia terus meningkat setiap tahun dengan pertumbuhan kebutuhan energi rata-rata sebesar tujuh persen per tahun, namun pemenuhan kebutuhan energi sebanyak 94 persen masih bergantung kepada energi fosil. Berbeda dengan biomasa yang melakukan penanaman dan penebangan pohon, Malapari dimanfaatkan buahnya untuk diproses menjadi bahan baku bioenergi sehingga bersifat lestari. Kemampuan Malapari menyerap gas rumah kaca sangat baik dan berpotensi menjadi unggulan. Wilayah yang dilakukan penanaman Malapari dapat pula dimanfaatkan masyarakat untuk menanam tumpang sari seperti jagung, kopi dan ubi karena sifat Malapari yang tidak saling berebut hara dan bersifat sebagai tumbuhan perintis.
Kerja Sama dengan BPSI KLHK Bogor
Komisaris PT Santi, Bibin Busono mengatakan, hasil riset yang akan dilakukan peneliti BRIN akan menjadi jurnal ilmiah. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemkab Lembata dalam mengembangkan tanaman Malapari di pulau ikonik ini. Tentunya didukung peraturan daerah dan berbagai regulasi di tingkat nasional.
“PT Santi juga bekerjasama dengan BPSI KLHK Bogor, Institut Teknologi Bandung (ITB) serta mendapat kunjungan studi banding dari Investancia Group BV, perusahaan pengembang Malapari asal Belanda yang sedang mengembangkan 1,2 juta hektar Malapari di Paraguay Amerika Selatan. Pilot project budidaya Malapari yang dimulai dari Lembata diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menjawab tantangan energi di masa depan.
“Lembata sebagai ikon Malapari hendaknya dapat menjadi semangat bersama untuk menjawab tantangan energi yang tengah dihadapi dunia, termasuk Indonesia,” ungkap Bibin.
Pada kesempatan itu ia menyampaikan terima kasih kepada Penjabat Bupati Lembata, Marsianus Djawa yang telah menerima kehadiran PT Santi untuk melakukan riset perdana ini. Juga kepada UPT KPH Lembata dimana melalui komunikasi kontruktif sehingga peneliti BRIN bisa hadir di Lembata dengan dukugan maksimal.
Sambut Baik
Kepala Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) Lembata, Linus Lawe menyambut baik rencana kerja sama survei penelitian yang diajukan PT Santi, apalagi dibantu peneliti dari BRIN. Karena itu, UPT KPH Lembata mendukung inisiatif pihak PT Santi dengan menjawab surat permohonan yang diterima pada 28 Juli 2022, guna melakukan riset malapari di kampung halaman, lewotana, leuawuq Lembata. Niat tersebut disambut baik mengingat potensi malapari di daerah ini sangat besar
“Dari survei awal rekan-rekan petugas kehutanan KPH Lembata, paling sedikit kami temukan 20 tumbuhan Malapari di sepanjang pantai SGB Bungsu. Ketinggian Malapari mencapai hampir 25 meter dengan diameter batang lebih dari 75 cm,” terang Lawe.
Menurut Lawe, saat ini sudah ada sekitar 280 hektar lahan Malapari dalam kawasan kehutanan di Lembata yang dikelola masyarakat melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan) sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial (PS).
Seluruh rangkaian acara di Lembata merupakan kerja sama dengan Yayasan Anton Enga Tifaona. Putra mendiang tokoh otonomi Lembata Brigjen Pol (Purn) Anton Enga Tifaona, Alex Bala Tifaona mengatakan, yayasan berinisiatif mengajak berbagai pihak dari luar NTT agar hadir di Lembata untuk ikut membantu mengembangkan Lembata sekaligus mengangkat berbagai potensi sumber daya alam yang dimiliki untuk dikembangkan sehingga memiliki nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
“Almarhum papa selalu mengingatkan agar kami anak-anaknya ikut memberi perhatian besar bagi kemajuan daerah melalui inisiatif-inisiatif kecil namun bermanfaat bagi rakyat. Kami memulai mewujudkan ide kecil ini dengan mengajak PT Santi bersama peneliti BRIN melakukan riset Malapari di Lembata. Semoga ada dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan stakeholder di lewotana, leuawuq sehingga kegiatan ini berjalan lancar dan sukses,” harap Alex. (berandawarga.com//**/red)