KUPANG, BERANDAWARGA.COM—Warga Kota Kupang diharapkan terlibat secara langsung dalam pengelolaan sampah dari rumah masing-masing, dengan membiasakan diri memilah sampah menjadi dua bagian yaitu sampah organik dan anorganik.
Dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengolahan Sampah Rumah Tangga di Kota Kupang, Sekda Kota Kupang, Fahrensy P. Funay mengatakan, pengurangan sampah paling efektif sebenarnya dapat dimulai dari sumber penghasil sampah terbesar, yaitu rumah tangga.
Menurutnya, sampah organik dapat diolah menjadi kompos baik untuk menanam tanaman hias dan juga sebagai media tanaman sayuran dan buah-buahan di lingkungan permukiman sehingga dapat meningkatkan gizi keluarga di samping menghemat belanja rumah tangga.
Sementara dari sisi kesehatan tentunya rumah menjadi lebih bersih, tidak ada lagi penumpukan sampah yang menimbulkan bau dan sumber penyakit.
“Diharapkan peserta FGD dapat menggali persoalan-persoalan terkait pengelolaan sampah di Kota Kupang guna penyusunan kebijakan dan strategi pengolahan sampah rumah tangga dan rencana aksi penyusunan ranperda tentang pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan di Kota Kupang,” kata Fahrensy di Kupang, Rabu (28/4/2021).
Ia menjelaskan, pengelolaan sampah telah diatur dalam UU 18 tahun 2008 yang menyatakan, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Namun diakuinya, rantai panjang pengelolaan sampah ini banyak mengalami kendala dan permasalahan diantaranya keterbatasan kemampuan pemerintah, masih rendahnya partisipasi swasta dan masyarakat, serta meningkatnya jumlah dan jenis sampah setiap tahunnya.
”Keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah menyebabkan cakupan pelayanan pengelolaan sampah yang masih rendah,” papar Fahrensy.
Sampah juga tidak dipilah atau diproses terlebih dahulu ketika diangkut dari tempat penampungan sementara (TPS) ke tempat pemrosesan akhir (TPA ), yang mengakibatkan sampah bercampur antara sampah organik, anorganik, dan limbah B3.
“Sampah yang bercampur dalam jumlah banyak ini mengakibatkan beban TPA menjadi sangat berat,” papar Fahrensy.
Ia menjelaskan, dampak yang dapat ditimbulkan selain pencemaran lingkungan, juga meningkatnya biaya operasional, dan munculnya potensi konflik sosial.
Sedangkan keterlibatan pihak swasta masih terbatas pada daur ulang sampah anorganik, seperti plastik, kertas, kaca dan logam, padahal jumlah sampah organiklah yang mendominasi total sampah yang dihasilkan setiap tahunnya.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI tahun 2019, jumlah sampah di Indonesia telah mencapai sekitar 66- 67 juta ton.
Ini lebih banyak dari rata-rata jumlah sampah per- tahun yang mencapai 64 juta ton yang didominasi sampah rumah tangga yakni mencapai 63,95 persen dari jumlah tersebut.
Kabag SDA Setda Kota Kupang, Maria Magdalena Detaq dalam laporan kepanitiaan mengungkapkan, pengelolaan sampah di Kota Kupang umumnya dilakukan pemerintah melalui DLHK Kota Kupang sesuai Perda 03 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan Perda 04 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Walau demikian, kedua Perda ini belum mampu membawa perubahan yang signifikan dalam pengelolaan sampah di Kota Kupang.
Ini sesuai fakta dimana di tahun 2019 saat penilaian adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menepatkan Kota Kupang termasuk lima kota berstatus kota terkotor dari 369 kabupaten/ kota.
Hasil penilaian tersebut, terkait pengelolaan TPA di Kota Kupang karena masih menerapkan sistem pembuangan terbuka dan Pemkot Kupang belum memiliki Dokumen Kebijakan dan Startegi Daerah (Jakstrada) terkait pengolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. (berandawarga.com//**/red)